Santino D'Antonio di John Wick 2

Santino D’Antonio: Lebih dari Sekadar Penjahat Kelas Kakap

Diposting pada

Anda mungkin mengingatnya sebagai dalang licik di balik peristiwa tragis yang menimpa John Wick di sekuel kedua. Santino D’Antonio, sang antagonis utama dalam John Wick: Chapter 2, adalah karakter yang berhasil memicu emosi penonton, mulai dari kemarahan hingga rasa jijik. Tapi, apakah Anda tahu bahwa ada lebih banyak hal tentang Santino daripada sekadar tampang angkuh dan sifat manipulatifnya? Mari kita selami lebih dalam, mengungkap fakta-fakta unik dan nyeleneh yang mungkin belum pernah Anda dengar tentang “Pangeran” dari Camorra ini!

Siapa Sebenarnya Pria di Balik Setelan Mahal Itu?

Di dunia John Wick yang penuh intrik dan kode etik, Santino D’Antonio bukanlah sekadar penjahat biasa. Dia adalah anggota High Table, sebuah dewan kriminal internasional yang mengatur dunia bawah tanah. Santino adalah perwakilan dari keluarga Camorra, sebuah organisasi kejahatan terorganisir yang berakar di Italia. Namun, di balik semua kemewahan dan kekuasaan, ada detail-detail kecil yang membuat karakternya begitu menarik—dan tak jarang, menggelikan.

1. Si “Pangeran” yang Terjebak Utang Budi: Kisah di Balik “Marker” yang Mematikan

Salah satu elemen paling sentral dalam John Wick: Chapter 2 adalah “Marker” atau sumpah darah. Ini adalah koin khusus yang merepresentasikan janji tak terputus antara dua individu di dunia bawah tanah. Santino menggunakan Marker ini untuk “memanggil” John Wick agar melunasi utang budi lama.

Fakta uniknya? Marker ini bukan sekadar janji biasa. Ini adalah ikatan suci yang tidak bisa dilanggar, bahkan oleh seorang John Wick sekalipun. Santino, dengan segala keangkuhannya, tahu persis bagaimana memanfaatkan kelemahan ini. Dia tidak meminta John untuk membunuh musuh bebuyutannya, melainkan saudarinya sendiri, Gianna D’Antonio, yang juga merupakan anggota High Table. Ini adalah langkah licik yang menunjukkan betapa kejam dan manipulatifnya Santino. Dia tidak hanya ingin melunasi dendam, tetapi juga ingin merebut kursi Gianna di High Table, menunjukkan ambisi politiknya yang tak terbatas.

Yang nyeleneh adalah, John Wick yang legendaris, “Baba Yaga” yang tak terkalahkan, ternyata tak berdaya di hadapan sepotong koin logam ini. Ini menunjukkan betapa kuatnya sistem dan tradisi di dunia mereka, bahkan lebih kuat dari reputasi seorang pembunuh paling ditakuti sekalipun. Santino tahu ini, dan dia memanfaatkannya dengan sempurna.

2. Sang Penikmat Seni yang Berdarah Dingin: Opera, Arsitektur, dan Pembunuhan

Santino D’Antonio digambarkan sebagai seorang pria dengan selera seni yang tinggi. Kita melihatnya menikmati opera, menggelar pesta mewah di museum seni kontemporer, dan bahkan memiliki koleksi seni yang mengesankan. Kontras antara kecintaannya pada seni dan sifatnya yang kejam adalah salah satu aspek paling menarik dari karakternya.

Ini bukan sekadar detail acak. Kecintaannya pada seni mungkin mencerminkan pandangannya terhadap pembunuhan itu sendiri—sebagai bentuk seni yang diatur, presisi, dan terkadang, tragis. Pesta di museum seni adalah panggungnya untuk melancarkan pembunuhan terhadap saudarinya, sebuah “pertunjukan” yang direncanakan dengan matang.

Yang lebih nyeleneh adalah bagaimana dia menggunakan lingkungan artistik ini sebagai jebakan. Dia tidak hanya mengundang John Wick ke pesta, tetapi juga mengelilinginya dengan para pembunuh bayaran yang menyamar sebagai tamu. Ini adalah bukti bahwa bagi Santino, seni dan kekerasan bisa berjalan beriringan, bahkan saling melengkapi. Dia adalah seorang estet yang juga seorang sosiopat.

3. Hubungan Rumit dengan Saudarinya, Gianna: Perebutan Kekuasaan Berdarah Dingin

Meskipun Santino memaksa John Wick untuk membunuh Gianna, hubungan mereka lebih kompleks dari sekadar permusuhan. Gianna jelas tidak menyukai Santino, dan ada indikasi persaingan sengit antara keduanya untuk mendapatkan kekuasaan dalam keluarga D’Antonio dan High Table.

Fakta menariknya adalah Gianna memilih untuk bunuh diri daripada membiarkan John Wick melunasi utang Santino dengan tangannya sendiri. Ini adalah tindakan perlawanan terakhir Gianna terhadap kendali Santino, sebuah pernyataan bahwa dia tidak akan menjadi pion dalam permainan kakaknya. Ini juga menunjukkan bahwa Gianna memiliki kehormatan yang tidak dimiliki Santino.

Nyelenehnya, Santino menggunakan kematian saudarinya sebagai alasan untuk menaruh “bounty” besar di kepala John Wick. Dia memutarbalikkan fakta, menjadikan John sebagai penjahat yang membunuh saudarinya tanpa alasan, padahal dialah dalang di baliknya. Ini adalah puncak dari sifat manipulatifnya, memanipulasi situasi untuk keuntungannya sendiri tanpa sedikit pun rasa bersalah.

4. “Ares” dan Bahasa Isyarat: Pengawal Setia yang Tak Terduga

Santino memiliki pengawal pribadi yang sangat setia bernama Ares, diperankan oleh Ruby Rose. Yang membuat Ares unik adalah dia berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Ini adalah detail yang menarik dan memberikan dimensi baru pada karakter Santino.

Fakta uniknya, penggunaan bahasa isyarat oleh Ares tidak hanya untuk gaya, tetapi juga berfungsi sebagai alat komunikasi rahasia di tengah keramaian. Santino dan Ares bisa bertukar informasi penting tanpa menarik perhatian orang lain, bahkan di tengah pesta yang ramai. Ini menunjukkan tingkat koordinasi dan kepercayaan yang tinggi antara Santino dan pengawalnya.

Nyelenehnya, meskipun Ares adalah seorang pembunuh yang mematikan, dia memiliki semacam kode etik atau kesetiaan yang kuat kepada Santino. Dia adalah bayangan Santino, selalu siap menjalankan perintahnya tanpa pertanyaan. Ini kontras dengan John Wick yang, meskipun seorang pembunuh, memiliki moralitas yang lebih kompleks. Santino mengelilingi dirinya dengan orang-orang yang loyal secara membabi buta, menunjukkan betapa dia menghargai kontrol dan kepatuhan.

5. Pelanggar Aturan Continental: Kesombongan yang Berujung Maut

Puncak dari keangkuhan Santino adalah tindakannya di The Continental. Dia melanggar salah satu aturan paling suci di dunia pembunuh bayaran: tidak ada bisnis yang boleh dilakukan di dalam The Continental. Setelah John Wick berhasil melarikan diri dari kejaran para pembunuh bayaran di New York, Santino dengan sombongnya mencari perlindungan di The Continental, merasa aman di bawah aturan yang melarang kekerasan.

Fakta uniknya, John Wick, yang biasanya sangat menghormati aturan, akhirnya memutuskan untuk melanggar aturan ini demi membalas dendam. Ini adalah momen krusial yang menunjukkan betapa Santino telah mendorong John hingga batasnya. John menembak Santino tepat di meja makan The Continental, di hadapan Winston, manajer hotel yang berwibawa.

Nyelenehnya, Santino, yang begitu cerdik dan manipulatif, gagal memahami bahwa ada batas dari setiap aturan. Dia berpikir dia bisa bersembunyi di balik perlindungan The Continental setelah memprovokasi John Wick habis-habisan. Kesombongan inilah yang akhirnya menjadi bumerang baginya. Kematiannya di The Continental tidak hanya mengakhiri hidupnya, tetapi juga memicu peristiwa besar di film-film selanjutnya, menunjukkan dampak besar dari pelanggaran aturan ini.

6. Sosok “Pangeran” yang Tak Pernah Benar-Benar Berkuasa

Meskipun Santino adalah anggota High Table dan pewaris keluarga Camorra, ia selalu tampak seperti “pangeran” yang belum sepenuhnya menjadi “raja”. Ambisinya untuk mendapatkan kursi Gianna menunjukkan bahwa ia merasa belum memiliki kekuasaan penuh yang ia inginkan.

Fakta uniknya, di balik semua kekayaan dan koneksinya, Santino seringkali terlihat seperti anak manja yang terbiasa mendapatkan apa yang diinginkannya. Ketika John Wick menolak perintahnya, Santino tidak ragu untuk membakar rumah John. Ini bukan tindakan strategis, melainkan ledakan amarah seorang anak yang tidak bisa menerima penolakan.

Nyelenehnya, untuk seseorang yang begitu berkuasa, Santino justru seringkali terlihat panik dan tidak berdaya ketika rencananya mulai berantakan. Dia mengandalkan orang lain (seperti John Wick) untuk melakukan pekerjaan kotornya, dan ketika John berbalik melawannya, dia hanya bisa berlari dan bersembunyi. Ini menunjukkan bahwa kekuasaannya mungkin lebih didasarkan pada warisan dan manipulasi daripada kekuatan atau keahlian tempur yang sebenarnya.

Penjahat yang Dibenci, Namun Tak Terlupakan

Santino D’Antonio mungkin adalah salah satu karakter yang paling dibenci dalam saga John Wick, namun ia juga salah satu yang paling tak terlupakan. Keangkuhan, kelicikan, dan pelanggaran aturan yang dilakukannya tidak hanya menggerakkan plot film, tetapi juga mengungkap lebih banyak tentang kompleksitas dunia bawah tanah yang dibangun oleh franchise ini.

Dari penggunaan Marker yang kejam, kecintaannya pada seni yang kontras dengan kekejamannya, hingga kesombongannya yang berujung maut di The Continental, Santino adalah contoh sempurna dari seorang antagonis yang berhasil membuat penonton merasa geram sekaligus terhibang. Jadi, lain kali Anda menonton John Wick: Chapter 2, perhatikan detail-detail nyeleneh ini dan Anda akan melihat Santino D’Antonio dengan kacamata yang sama sekali berbeda!